Dongeng Kancil dan Buaya
Suatu hari Si Kancil, binatang yang
katanya cerdik itu, sedang berjalan-jalan di pinggir hutan. Dia hanya
ingin mencari udara segar, melihat matahari yang cerah bersinar. Di
dalam hutan terlalu gelap, karena pohon-pohon sangat lebat dan tajuknya
menutupi lantai hutan. Dia ingin berjemur di bawah terik matahari. Di
situ ada sungai besar yang airnya dalam sekali. Setelah sekian lama
berjemur, Si Kancil merasa bahwa ada yang berbunyi di
perutnya,..krucuk…krucuk…krucuk. Wah, rupanya perutnya sudah lapar. Dia
membayangkan betapa enaknya kalau ada makanan kesukaannya, ketimun.
Namun kebun ketimun ada di seberang sungai, bagaimana cara
menyeberanginya ya? Dia berfikir sejenak. Tiba-tiba dia meloncat
kegirangan, dan berteriak: “Buaya….buaya…. ayo keluar….. Aku punya
makanan untukmu…!!” Begitu Kancil berteriak kepada buaya-buaya yang
banyak tinggal di sugai yang dalam itu.
Sekali lagi Kancil berteriak, “Buaya…buaya… ayo keluar… mau daging segar nggak?”
Tak lama kemudian, seekor buaya muncul
dari dalam air, “Huaahhh… siapa yang teriak-teriak siang-siang begini..
mengganggu tidurku saja.” “Hei Kancil, diam kau.. kalau tidak aku makan
nanti kamu.” Kata buaya kedua yang juga muncul.
“Wah…. bagus kalian mau keluar, mana
yang lain?” kata Kancil kemudian. “Kalau cuma dua ekor masih sisa banyak
nanti makanan ini. Ayo keluar semuaaa…!” Kancil berteriak lagi.
“Ada apa Kancil sebenarnya, ayo cepat katakan,” kata buaya.
“Begini, maaf kalau aku mengganggu tidurmu, tapi aku akan bagi-bagi daging segar buat buaya-buaya di sungai ini,” makanya harus keluar semua.
“Ada apa Kancil sebenarnya, ayo cepat katakan,” kata buaya.
“Begini, maaf kalau aku mengganggu tidurmu, tapi aku akan bagi-bagi daging segar buat buaya-buaya di sungai ini,” makanya harus keluar semua.
Mendengar bahwa mereka akan dibagikan
daging segar, buaya-buaya itu segera memanggil teman-temannya untuk
keluar semua. “Hei, teman-teman semua, mau makan gratis nggak? Ayo kita
keluaaaar….!” buaya pemimpin berteriak memberikan komando. Tak berapa
lama, bermunculanlah buaya-buaya dari dalam air.
“Nah, sekarang aku harus menghitung dulu
ada berapa buaya yang datang, ayo kalian para buaya pada baris berjajar
hingga ke tepi sungai di sebelah sana,” “Nanti aku akan menghitung satu
persatu.”
Tanpa berpikir panjang, buaya-buaya itu
segera mengambil posisi, berbaris berjajar dari tepi sungai satu ke tepi
sungai lainnya, sehingga membentuk seperti jembatan.
“Oke, sekarang aku akan mulai menghitung,” kata Kancil yang segera melompat ke punggung buaya pertama, sambil berteriak, “Satu….. dua….. tiga…..” begitu seterusnya sambil terus meloncat dari punggung buaya satu ke buaya lainnya. Hingga akhirnya dia sampai di seberang sungai. Hatinya tertawa, “Mudah sekali ternyata.”
“Oke, sekarang aku akan mulai menghitung,” kata Kancil yang segera melompat ke punggung buaya pertama, sambil berteriak, “Satu….. dua….. tiga…..” begitu seterusnya sambil terus meloncat dari punggung buaya satu ke buaya lainnya. Hingga akhirnya dia sampai di seberang sungai. Hatinya tertawa, “Mudah sekali ternyata.”
Begitu sampai di seberang sungai, Kancil
berkata pada buaya, “Hai buaya bodoh, sebetulnya tidak ada daging segar
yang akan aku bagikan. Tidakkah kau lihat bahwa aku tidak membawa
sepotong daging pun?” “Sebenarnya aku hanya ingin menyeberang sungai
ini, dan aku butuh jembatan untuk lewat. Kalau begitu saya ucapkan
terima kasih pada kalian, dan mohon maaf kalau aku mengerjai kalian,”
kata Kancil.
“Ha!….huaahh… sialan… Kancil nakal,
ternyata kita cuma dibohongi. Aws kamu ya.. kalau ketemu lagi saya makan
kamu,” kata buaya-buaya itu geram.
Si Kancil segera berlari menghilang di balik pohon, menuju kebun Pak Tani untuk mencari ketimun.
Si Kancil segera berlari menghilang di balik pohon, menuju kebun Pak Tani untuk mencari ketimun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar